LARANGAN PERKAWINAN PERSPEKTIF FIKIH DAN RELEVANSINYA DENGAN PERATURAN HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
Abstract
Larangan Perkawinan Perspektif Fikih dan Relevansinya dengan Peraturan Hukum Perkawinan di Indonesia. Larangan perkawinan perspektif fikih mencakup larangan abadi (ta’bíd); perempuan dilarang kawin dengan laki-laki sepanjang masa dikarenakan hubungan nasab, perkawinan dan persusuan. larangan sementara (gairu ta’bíd) adalah wanita atau laki-laki yang haram kawin untuk masa tertentu dikarenakan bilangan, mengumpulkan, kehambaan, kafir, ihrám, iddah, talak tiga dan peristrian. Yang kontroversi zina dan sumpah li’an. Peraturan hukum Perkawinan di Indonesia, baik KUHPer, UUP Nomor 1 Tahun 1974 maupun KUHP merupakan Legeslasi Hukum Islam, karena fikih telah mengatur secara tuntas tentang larangan perkawinan, Indonesia tidak mengatur tentang larangan menikahi budak, secara kontektual bahwa di Indonesia tidak ada perbudakan.. Pasal yang controversial, yaitu pasal 40 huruf c. dalam pasal tersebut ditentukan dengan jelas bahwa seorang laki-laki muslim terlarang melakukan perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam. Dalam fikih, non muslim dibagi dua, yaitu musyrik/kafir adalah orang yang haram untuk dikawin sedangkan Nasrani/Yahudi yang disebut dengan ahlul kitab dapat dinikahi.
Kata Kunci: Larangan, Fikih, Peraturan Hukum Perkawinan.Full Text:
Subscribers OnlyDOI: http://dx.doi.org/10.24042/asas.v10i02.4538
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2019 ASAS
ASAS : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah [The ASAS Journal of Sharia Economic Law] is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Copyright © Sharia Economic Law Department, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. e-ISSN 2722-86XX